Catatan Kuliah #1 : Menghidupkan Kajian Tafsir Klasik

Juni 04, 2023






('sedikit' catatan dari Kuliah Umum Online di Pesantren Bayt Al-Qur'an 
oleh Dr. Phil. Mu'ammar Zayn Qadafi)

        
        Akhir-akhir ini kajian atas literatur tafsir klasik lebih banyak mengarah pada kajian keagamaan alih-alih sebagai kajian sejarah intelektual. Kajiannya masih terbatas pada sekedar mengungkap penafsiran atas makna-makna ayat-ayat dalam Al-Quran dari literatur tersebut. Hal ini menurut Dr. Muammar Zayn Qadafi disebabkan oleh teknologi digital yang mengubah reading experience (pengalaman pembacaan) atad tafsir itu sendiri, studi tafsir hanya dilihat dari asas manfaatnya (pragmatis), dan dalam pengkajiannya memang membutuhkan wawasan dan kemampuan kebahasaan yang cukup.

        Beliau menyebutkan bahwa kitab Al-Tafsir wa Al-Mufassirun karya Imam Al-Dzahabi yang menjadi dasar pengkajian tafsir klasik selama ini sudah tidak lagi relevan karena cenderung tidak netral dan menyeluruh dalam pengkajiannya. Misalnya saja terkait tafsir Al-Kasyaf, Al-Dhahabi lebih menonjolkan karakter kemutazilahan pengarangnya alih-alih fokus pada posisi sentralnya sebagai literatur tafsir. Imam Al-Dhahabi juga mengkritik secara keras argumen Imam Zamakhsyari yang terkesan menyerang para auliya' meskipun beliau tidak memungkiri keunggulan beliau dalam membedah sisi balaghah Al-Quran sehingga banyak ulama sunni yang beristifadah padanya. Hal ini menimbulkan kesan bahwa tafsir sunilah yang terbaik sehingga tafsir At-Thabari lah yang kemudian dimenangkan dalam kontestasi ini. Padahal tafsir Al-Kasyaf mendapat respon dari banyak ulama yang dibuktikan dengan jumlah syarah dan hasyiyah yang melingkupinya yang berjumlah sekitar 834 buah (paling banyak di antara tafsir yang lain). Dengan demikian, perlu dicarikan referensi kitab historiografi lain misalnya, al-fihris al syaamil li al turats al 'arabi al-islamiy al-makhtuth. Kitab ini tidak hanya memuat data dari seorang mufassir dan karya tafsirnya, tapi juga tempat di mana manuskrip turatsnya tersimpan, dan hasyiyah-hasyiyah seputar tafsir tersebut.

            Selanjutnya beliau mempromosikan teknik pembacaan secara genealogis dari Walid Saleh (Profesor Studi Islam Universitas Toronto) dalam pembacaan karya tafsir sebagai solusi untuk menghidupkan lagi kajian tafsir klasik. Teori ini tidak sekedar deep reading atas suatu karya tafsir tapi juga mendorong dialektika antara satu karya tafsir dengan karya tafsir yang lain yang datang terlebih dahulu. Pembacaan secara genealogis berarti memandang karya tafsir sebagai sesuatu yang turun-temurun dan melihat bagaimana karya tafsir dibaca secara kritis dan dikomentari oleh generasi-generasi setelahnya karena suatu produk tafsir tidak bisa berdiri sendiri tanpa melihat atau mengambil dari produk tafsir sebelumnya. Dengan demikian, kita dapat melihat sejarah perkembangan karya tafsir dan sejauh mana kaya tafsir mampu bertahan dan berkembang. Oleh karena itu beliau mengajak kita untuk mengubah pisau analisis kita dalam mengkaji tafsir klasik dan secara terbuka mau mengeksploarasi tafsir-tafsir yang tidak dianggap sentral.

You Might Also Like

1 komentar

  1. Ditunggu karya selanjutnya, mantab.
    Reques cerita kehidupan di BQ, di buat coretan2 yg penuh seni dan ma'na

    BalasHapus